INILAH.COM, Jakarta - Setelah didera skandal Century, Menkeu Sri Mulyani yang diakui bereputasi internasional, kini terbelit kasus baru; mafia pajak Gayus Tambunan. Berapa kasus lagi kah harus muncul agar Sri Mulyani mau mengundurkan diri?
Di luar negeri, seorang menteri terbelit satu kasus saja sudah cukup untuk membuat sang pejabat mundur dari posisinya demi harga diri, kehormatan, dan -- ini yang paling utama -- pertangungjawaban publik. Namun di Indonesia, Sri Mulyani yang sudah divonis politik oleh DPR dan kehilangan legitimasi, masih saja ngotot bertahan duduk di kementrian keuangan.
Celakangan, kini Sri Mulyani didera kasus baru, yakni mafia pajak dan gagalnya sistem remunerasi. Alibi apa lagi yang bakal dipakainya? ‘’ Skandal Century dan Gayus amat memalukan. Tapi saya melihat penasihatnya, Marsillam Simanjuntak, mudah diduga berada di belakang sikap kukuh Sri Mulyani untuk tidak mundur dari Lapangan Banteng. Dan, itu memalukan sekali, seolah jabatan adalah segalanya,’’kata Nehemia Lawalata, pemerhati ekonomi-politik dan mantan Sekretaris Politik Prof Sumitro Djojohadikusumo.
Dalam kasus Gayus, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku kecolongan. Dia kecolongan karena kasus ini terjadi di institusi yang dipimpinnya. Sementara dalam kasus Century, Menkeu menyatakan ditipu BI dan tidak mau bertanggung jawab atas talangan Rp6,7 trilyun. Menkeu hanya mau bertanggung jawab sekitar Rp600 milyar dari total angka talangan itu.
Walah... Inkonsistensi ini khas Sri Mulyani yang selalu mencari alibi untuk menghindar dari tudingan publik dan parlemen yang melihatnya lalai, teledor atau bahkan bersalah.
Ekonom Dradjad Wibowo dan pengamat ekonomi-politik Syamsul Hadi PhD berpendapat, Menkeu harusnya malu karena dana bagi reformasi birokrasi itu merupakan pinjaman dari Bank Dunia dengan jumlah Rp13,9 triliun dan harus dibayar oleh rakyat, sementara hasilnya nol besar.
‘’Makanya, harus berapa kasus lagi supaya dia mau mundur? Orang tak percaya lagi pada integritas personalnya karena terbukti intgeritas pribadi dan integritas publik itu berbeda. Sri Mulyani tak punya integritas publik. Terbukti belitan Centurygate dan skandal Gayus sudah membelit, namun Sri tak mau mundur. Itu keterlaluan dan jadi teladan buruk bagi publik,’’ kata Nehemia.
Dalam hal ini, mantan Dirjen Pajak Fuad Bawazier menilai klaim keberhasilan pejabat Ditjen Pajak mengenai reformasi birokrasi dan modernisasi perkantoran sebagai sebuah kebohongan serius.
Sebab, pejabat di Ditjen Pajak dinilai gagal membenahi birokrasi yang telah menelan biaya sangat besar dengan hasil nol besar. "Mereka sudah membusungkan dada mengaku berhasil melakukan reformasi birokrasi dan memodernisasi perkantoran, tapi nyatanya praktik memperkaya diri di kalangan pejabat pajak masih tumbuh subur sampai sekarang," ujar Fuad Bawazier.
Terkait dengan kegagalan reformasi birokrasi dan modernisasi perkantoran yang menghabiskan dana besar, Fuad mengusulkan agar DPR membentuk panitia khusus untuk mendekonstruksi buruknya sistem remunerasi dan kalau perlu, membatalkannya. (ram)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan sampaikan tanggapan