Senin, 10 Oktober 2011

Kalimantan MemprLIngkungan ihatinkan

LIngkungan Kalimantan Memprihatinkan
Kondisi lingkungan hidup di Kalimantan memprihatinkan dibandingkan daerah lain di Indonesia, kata Kepala Sub Bidang Peningkatan Kapasitas Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), Regional Kalimantan, Drs Parus M.Si, Sabtu.

Keprihatinan terhadap lingkungan dikemukakannya pada acara sosialisasi program Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Tanah Bumbu.

Kondisi dapat terlihat dari banyaknya kerusakan hutan yang berlangsung hingga saat ini.

Bahkan pada 2020 kondisi hutan Kalimantan diprediksi habis sehingga suhu udara naik jika perilaku masyarakat tidak peduli terhadap lingkungan.

Saat ini saja, tambah Parus, suhu udara di Indonesia mencapai 35 derajat Celcius yang jauh lebih tinggi dibanding 50 tahun lalu sekitar 15 derajat Celsius.
Hal itu disebabkan terjadinya kerusakan lingkungan secara terus menerus di sejumlah daerah, terutama di kawasan Pulau Kalimantan.

Salah satu solusi yang tepat untuk menjaga lingkungan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat. Karena masalah lingkungan adalah persoalan komplek menyangkut kebijakan pemerintah, kesadaran pelaku usaha dan kondisi lingkungan yang ada itu sendiri.

Beberapa persoalan yang menghambat pendidikan lingkungan hidup di Kalimantan adalah tidak semua pemerintah kota/kabupaten memiliki unit yang jelas untuk melaksanakan PLH tersebut.

Kerja sama yang baik dan rencana strategis pelaksana PLH baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang juga belum ada termasuk alokasi anggaran untuk pelaksanaan PLH juga belum tersedia.

Sistem pengelolaan PLH rata-rata masih dilakukan secara proyek. Sehingga belum menjadi dasar kebutuhan penting dalam masyarakat.

Sudah sepatutnya, kata Parus, PLH dikoordinir oleh Dinas Pendidikan salah satunya dengan cara melakukan sosialisasi program Adiwiyata terhadap warga sekolah.

Sasaran program tersebut adalah mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah terhadap pelestarian lingkungan hidup sehingga mereka terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat serta menghindari dampak lingkungan yang negatif.

"Intinya Adiwiyata adalah program sekolah berbasis lingkungan agar setiap warga sekolah sebagai penerus bangsa turut peduli terhadap upaya pelestarian lingkungan," katanya.

Sosialisasi lingkungan hidup melalui program Adiwiyata bertempat di Kantor Kapet Batulicin, Kecamatan Simpang Empat diikuti ratusan guru mulai tingkat SD hingga sekolah menengah SMP dan SMA.

Melalui program tersebut warga sekolah diharapkan lebih peduli terhadap lingkungan serta mampu memberi contoh kepada masyarakat secara berkelanjutan.

Ajakan Kepada Masyarakat Untuk Memberikan Masukan Pembaharuan Peta Tutupan Hutan dan Lahan Gambut

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Selama 2 tahun terhitung sejak 20 Mei 2011, dilakukan penundaan penerbitan izin baru pada hutan alam primer dan lahan gambut, baik pada Kawasan Hutan/Kawasan Budidaya Kehutanan maupun pada Areal Penggunaan Lain/Kawasan Budidaya Non-Kehutanan. UKP4 mendapat mandat untuk melaksanakan pemantauan pelaksanaan Inpres ini dan melaporkan hasilnya kepada Presiden.

Menteri Kehutanan telah menerbitkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) melalui SK. 323/Menhut-II/2011 per 17 Juni 2011 sebagai acuan area yang tidak dapat dikenai izin baru. Sesuai Inpres 10/2011, PIPIB akan direvisi setiap 6 (enam) bulan sekali. Selanjutnya, Kepala Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) melakukan pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut juga setiap 6 (enam) bulan sekali, bekerja sama dengan Menteri Kehutanan, Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan Ketua Satgas REDD+.

Untuk menghasilkan PIPIB yang berintegritas, dan selanjutnya peta tutupan hutan dan lahan gambut yang menjadi acuan tunggal dalam pengambilan kebijakan, maka masukan dari berbagai pihak selama revisi PIPIB sangat diharapkan. Masyarakat dapat mengunduh PIPIB sesuai SK. 323/Menhut-II/2011 melalui:

Peta dalam bentuk file jpeg: http://appgis.dephut.go.id/appgis/petamoratorium.html
Peta dalam bentuk file shp: http://www.ukp.go.id/web/informasi-publik/cat_view/20-geospasial

Ketentuan dan tata cara penyampaian masukan untuk pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut secara umum adalah sebagai berikut.

KETENTUAN PEMBAHARUAN PETA TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT

  1. Setiap orang atau orang perseorangan, kelompok orang, lembaga, atau badan usaha (untuk selanjutnya disebut sebagai masyarakat) dapat memberikan informasi geospasial dalam rangka pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut.
  2. Informasi sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat berupa koreksi, penambahan, perubahan terhadap informasi yang ditampilkan oleh PIPIB, untuk selanjutnya disebut sebagai masukan.
  3. Masyarakat dapat menyampaikan masukan kepada UKP4 melalui tata cara yang telah ditetapkan. UKP4 akan memastikan informasi masukan masyarakat tersampaikan kepada Bakosurtanal, sebagai pelaksana proses pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut, dan Kementerian Kehutanan serta Badan Pertanahan Nasional sebagai pendukungnya.
  4. Masukan yang telah diterima akan dikaji oleh Tim Pengkaji untuk mengetahui tingkat akurasinya.
  5. Masukan yang dianggap akurat oleh Tim Pengkaji akan dijadikan dasar untuk melakukan editing peta tutupan hutan dan lahan gambut disertai dengan pembuatan berita acaranya.
  6. Apabila masukan yang disampaikan kurang akurat/tidak memenuhi standar pemetaan, maka Tim Pengkaji akan melakukan perbaikan seperlunya, sehingga masukan tersebut memenuhi standar pemetaan/persyaratan akurasi.
  7. Tim Pengkaji dibentuk beranggotakan para ahli yang kompeten.

TATA CARA PEMBAHARUAN PETA TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT

  1. Masyarakat dapat memberikan masukan melalui e-mail, surat, atau datang langsung ke alamat yang telah ditetapkan.
    a. E-mail: serambi.inpres10@ukp.go.id
    b. Surat atau datang langsung:
    Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4),
    Komplek Sekretariat Negara, Sayap Timur, Lantai 2, Jl. Veteran III no. 2, Jakarta, 10110,
    Telepon: (021)3522703, (021)3508003, Fax: (021)2314147
    c. E-mail atau surat dikirim dengan judul: “Masukan Pembaharuan Peta Inpres 10/2011 – (nama area/lokasi)”
    d. UKP4 akan memastikan informasi masukan masyarakat tersampaikan kepada Bakosurtanal, sebagai pelaksana proses pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut, dan Kementerian Kehutanan serta Badan Pertanahan Nasional sebagai pendukungnya.
  2. Masukan harus menyebutkan secara jelas 3 (tiga) informasi sebagai berikut:
    a. Deskripsi masukan (uraian tentang koreksi/penambahan/perubahan informasi)
    b. Bukti atau argumentasi dari deskripsi masukan, dapat berupa peta-peta, foto lapangan, citra, kajian ilmiah, pernataan resmi dari pihak yang berkompeten, dan lain-lain.
    c. Masukan harus disertai penunjukan lokasi dan atau titik-titik koordinat yang dapat diplot di atas peta.
  3. Dalam hal penunjukan lokasi seperti dimaksud pada butir 2.c, dapat berupa:
    a. koordinat lokasi yang ditetapkan dari pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System)
    b. koordinat lokasi yang ditetapkan dari peta rupabumi/topografi/peta tematik lainnya, dengan menyebutkan identitas peta yang dijadikan rujukan tersebut
    c. foto lapangan yang dilengkapi dengan posisi/koordinat lokasi pengambilan gambar
    d. peta dan atau citra penginderaan jauh yang menunjukkan lokasi yang dimaksud, diharapkan dengan skala pada 1:250.000 atau lebih detil
    e. deskripsi wilayah yang dapat dengan mudah menunjuk lokasi yang dimaksud dengan menyebut nama lokasi yang telah dikenal oleh masyarakat luas (misal: wilayah daratan di tengah Danau Toba, Pulau Pari di Kepulauan Seribu, dll.)
  4. Pada saat memberikan masukan, masyarakat harus menyampaikan identitas diri secara jelas, teridiri dari:
    a. Nama pelapor
    b. Nama lembaga
    c. Alamat
    d. No telepon
    e. Fotokopi kartu identitas diri (KTP, SIM, paspor, atau identitas diri lain yang sah)
    f. Alamat e-mail (jika ada)
  5. Masukan yang tidak mencantumkan identitas seperti butir 4, tidak akan diproses lebih lanjut.
  6. Masyarakat yang memberi masukan selanjutnya akan dijadikan sebagai nara sumber oleh Tim Pengkaji dalam rangka pengecekan ulang informasi yang disampaikan.
  7. Setelah dilakukan pengkajian dengan masyarakat pemberi masukan, maka hasilnya akan disampaikan secara tertulis disertai dengan berita acaranya. Apabila diperlukan, akan dilakukan pengecekan di lapangan.
  8. Hasil seperti dimaksud dalam butir 7 dianggap sebagai informasi terkini yang paling benar.
  9. Jika ternyata di kemudian hari ditemukan bukti lain yang lebih valid dan akurat, maka hasil seperti dimaksud pada butir 8 dapat dianulir dan dilakukan pengkajian ulang.
  10. Hasil pengkajian ulang akan diumumkan kembali disertai dengan berita acaranya.
  11. Tata cara ini akan secara berkala ditinjau ulang untuk perbaikan proses penyampaian masukan masyarakat.

Senin, 06 Juni 2011

Pidato BJ Habibie Berapi-api (Hari lahir Pancasila)



Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.

Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap jaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.

Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Di manakah Pancasila kini berada?

Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?

Para hadirin yang berbahagia,



Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:

  1. terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
  2. perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM);
  3. lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan segala dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia.

Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat ini.

Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai "tidak Pancasilais" atau "anti Pancasila" . Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.

Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!

Para hadirin yang berbahagia,

Pada refleksi Pancasila 1 Juni 2011 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah dikemukakan banyak kalangan yakni perlunya kita melakukan reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, memerlukan solusi yang tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.

Oleh karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde Baru dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai bidang yang kian kompleks dan rumit.

Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kita menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukan relevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme kelompok dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi terus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang beradab, etis dan eksotis serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan masih jauh dari kenyataan.

Krisis ini terjadi karena luruhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya ruang publik sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran komunikasi bersama atas dasar solidaritas warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi jalur antara bagi hadirnya pengukuhan egoisme kelompok dan partisipasi politik atas nama pengedepanan politik komunal dan pengabaian terhadap hak-hak sipil warganegara serta pelecehan terhadap supremasi hukum.

Dalam perspektif itulah, reaktualisasi Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang penuh tantangan dan ketidakpastian? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyegarkan kembali pemahaman kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru membuatnya teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah tata nilai luhur (noble values), Pancasila perlu diaktualisasikan dalam tataran praksis yang lebih ‘membumi' sehingga mudah diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan.

Para hadirin yang berbahagia,

Sebagai ilustrasi misalnya, kalau sila kelima Pancasila mengamanatkan terpenuhinya "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", bagaimana implementasinya pada kehidupan ekonomi yang sudah menggobal sekarang ini?

Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk, tergantung pada pandangan dan sikap suatu Negara dalam merespon fenomena tersebut. Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke Negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru".

Implementasi sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam makna neo-colnialism atau "VOC-baju baru" itu adalah bagaimana kita memperhatikan dan memperjuangkan "jam kerja" bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai kebijakan dan strategi yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan usaha meningkatkan "Neraca Jam Kerja" tersebut, kita juga harus mampu meningkatkan "nilai tambah" berbagai produk kita agar menjadi lebih tinggi dari "biaya tambah"; dengan ungkapan lain, "value added" harus lebih besar dari "added cost". Hal itu dapat dicapai dengan peningkatan produktivitas dan kualitas sumberdaya manusia dengan mengembangkan, menerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam forum yang terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan. Yang juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara Negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut dalam berbagai kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan. Hanya dengan cara demikian sajalah, Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai pandangan hidup akan dapat ‘diaktualisasikan' lagi dalam kehidupan kita.

Memang, reaktualisasi Pancasila juga mencakup upaya yang serius dari seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di masa datang sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam persoalan bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara itu akan ditempatkan dalam kesadaran baru, semangat baru dan paradigma baru dalam dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia.

Para hadirin yang saya hormati,

Oleh karena itu saya menyambut gembira upaya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akhir-akhir ini gencar menyosialisasikan kembali empat pilar kebangsaan yang fundamental: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Keempat pilar itu sebenarnya telah lama dipancangkan ke dalam bumi pertiwi oleh para founding fathers kita di masa lalu. Akan tetapi, karena jaman terus berubah yang kadang berdampak pada terjadinya diskotinuitas memori sejarah, maka menyegarkan kembali empat pilar tersebut, sangat relevan dengan problematika bangsa saat ini. Sejalan dengan itu, upaya penyegaran kembali juga perlu dilengkapi dengan upaya mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam keempat pilar kebangsaan tersebut.

Marilah kita jadikan momentum untuk memperkuat empat pilar kebangsaan itu melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai weltanschauung, yang dapat menjadi fondasi, perekat sekaligus payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita, seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan keadilan sosial, saya yakin bangsa ini akan dapat meraih kejayaan di masa depan. Nilai-nilai itu harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa sehingga Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara.

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya. Saya yakin, meskipun kita berbeda suku, agama, adat istiadat dan afiliasi politik, kalau kita mau bekerja keras kita akan menjadi bangsa besar yang kuat dan maju di masa yang akan datang.

Melalui gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, bukan saja akan menghidupkan kembali memori publik tentang dasar negaranya tetapi juga akan menjadi inspirasi bagi para penyelenggara negara di tingkat pusat sampai di daerah dalam menjalankan roda pemerintahan yang telah diamanahkan rakyat melalui proses pemilihan langsung yang demokratis. Saya percaya, demokratisasi yang saat ini sedang bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung akan lebih terarah manakala nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamu ‘alaikum wr wb.

Sabtu, 09 April 2011

AS Bebaskan Utang Indonesia untuk Perlindungan Hutan

Jumat, 08 April 2011 15:36 WIB

SURABAYA--MICOM: Pemerintah Amerika Serikat membebaskan utang pemerintah Indonesia senilai US$50 juta untuk perlindungan hutan di Sumatra dan Kalimantan.

"Kami bebaskan utang senilai US$50 juta untuk program konservasi hutan di Indonesia," kata Wakil Duta Besar AS, Ted Osius, di Surabaya, Jumat (8/4).

Ia memerinci utang senilai US$50 juta yang dibebaskan itu nantinya untuk program konservasi hutan di Sumatra senilai US$30 juta dan di Kalimantan sebesar us$20 juta.

Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah Indonesia memanfaatkan dana tersebut untuk program konservasi hutan yang mengalami kritis selama beberapa tahun terakhir.

Sebelumnya, pemerintah AS memberikan dana hibah senilai US$500 juta untuk program konservasi lingkungan hidup di Indonesia selama lima tahun ke depan. "Pemerintah kami sangat perhatian terhadap program konservasi lingkungan hidup di Indonesia," kata Ted sebelum bertemu para aktivis lingkungan dan HAM di rumah dinas Konjen AS di Surabaya itu.

Ada enam negara yang menjadi perhatian serius pemerintah AS dalam program konservasi lingkungan hidup, termasuk di Indonesia. "Kebetulan Konjen AS di Surabaya bertanggung jawab atas program konservasi lingkungan di Indonesia kawasan timur," katanya didampingi Konjen AS di Surabaya, Kristen F Bauer.

Selain program konservasi lingkungan hidup, pemerintah AS juga perhatian pada perlindungan kelautan dan energi berbasis lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim. "Bahkan, kami mendorong pemerintah Indonesia bisa menggali potensi-potensi energi alternatif yang selama ini belum dimanfaatkan," kata Ted. (Ant/wt/X
 

aswr.wb

Semoga kita semua selalu dalam rahmat Allah yang Maha Kuasa

Berita KAMMI

Kalimantan`s KAMMI demands trial of Century scandal culprits
Palangkaraya, C Kalimantan (ANTARA News) - The Indonesian Muslim Students Action Front (KAMMI)- Central Kalimantan Chapter has demanded court trials for those involved in the Bank Century bailout scandal. Chairman of KAMM`s Kalimantan chapter, Gunawan, said here Tuesday the efforts to reveal the bailout scandal should not just end with the work of the House of Representatives` (DPR) inquiry committee. "Instead, the outcome of the House`s Bank Century Inquiry Committee`s probe should be followed up by a legal process for the sake of justice for the Indonesian people," he said.

Total Tayangan Halaman